Selasa, 14 Juni 2016

PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY



Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sering juga disebut sebagai  social disclosure, corporate social reporting, social accounting (Mathews,1995) atau corporate social responsibility (Hackston dan Milne, 1996) merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut memperluas tanggung jawab organisasi (khususnya perusahaan), di luar peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal, dan khususnya pemegang saham. Perluasan tersebut dibuat dengan asumsi bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari laba untuk pemegang saham (Gray et. al., 1987 dalam Sembiring 2005). Undang Undang No. 40 Tahun 2007 pasal 66 ayat (2) tentang Perseroan Terbatas mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan aktivitas tanggung jawab sosialnya dalam laporan tahunan. Namun demikian, item-item CSR yang diungkapkan perusahaan merupakan informasi yang masih bersifat sukarela (voluntary).
Menurut Zadex (1998:1426) dalam Sulistyowati (2004), alasan perusahaan melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial adalah:
·        Untuk memahami apakah perusahaan telah mencoba mencapai kinerja sosial terbaik sesuai yang diharapkan.
·         Untuk mengetahui apa yang dilakukan perusahaan dalam meningkatkan kinerja sosial.
·         Untuk memahami implikasi dari apa yang dilakukan perusahaan tersebut.
Sedangkan menurut Gray, Owen, dan Maunders (1988) dalam Sulistyowati (2004), tujuan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan adalah:
·         Untuk meningkatkan image perusahaan.
·        Untuk meningkatkan akuntabilitas suatu organisasi, dengan asumsi bahwa terdapat kontrak sosial antara organisasi dengan masyarakat.
·         Untuk memberikan informasi kepada investor.

Komitmen perusahaan dalam melaksanakan, menyajikan dan mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan memberi manfaat bagi perusahaan. Manfaat yang diperoleh perusahaan adalah:
·      Profitabilitas dan kinerja keuangan perusahaan akan semakin kokoh.
·     Meningkatnya akuntanbilitas dan apresiasi positif dari komunitas investor, kreditor, pemasok, dan konsumen.
·      Meningkatnya komitmen etos kerja, efisiensi dan produktivitas karyawan.
·  Menurunnya kerentanan gejolak sosial dan resistensi komunitas sektiar karena merasa diperhatikan dan dihargai perusahaan.
·     Meningkatnya reputasi, corporate branding, goodwill (intangible asset) dan nilai perusahaan dalam jangka panjang (Lako, 2010:103).
Darrough (1993) dalam Binsar H. Simanjuntak dan Lusy Widiastuti (2004) mengemukakan ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan standar, yaitu:
a.       Pengungkapan wajib (mandatory disclosure).
Pengungkapan wajib adalah pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh lembaga yang berwenang (Pajak, Undang-Undang, SAK, maupun BAPEPAM). Jika perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan informasi secara sukarela, pengungkapan wajib akan memaksa perusahaan untuk mengungkapkannya.
b.      Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure).
Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan, mencangkup: lingkungan, energi, kesehatan dan keselamatan kerja, tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat dan umum, dll (Hackson dan Milne 1996 dalam Sembiring 2003).
Menurut Gray et.al., (1995b) dalam Sembiring (2003) ada dua pendekatan yang secara signifikan berbeda dalam melakukan penelitian tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
a.   Pertama, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mungkin diperlukan sebagai suplemen dari aktivitas akuntansi konvensional. Pendekatan ini secara umum akan menganggap masyarakat keuangan sebagai pemakai utama pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan cenderung membatasi persepsi tentang tanggung jawab sosial yang dilaporkan.
b.  Pendekatan alternatif kedua dengan meletakan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada suatu pengujian peran informasi dalam hubungan masyarakat dan organisasi. Pandangan yang lebih luas ini telah menjadi sumber utama kemajuan dalam pemahaman tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan sekaligus merupakan sumber kritik yang utama terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Karakteristik perusahaan dalam pengungkapan tanggung jawab social perusahaan dapat dilihat dari bebrapa indicator, diantaranya:
a.       Ukuran Perusahaan
Menurut Mulianti (2010), ukuran perusahaan mempunyai pengaruh penting terhadap integrasi antar bagian dalam perusahaan, hal ini disebabkan karena ukuran perusahaan yang besar memiliki sumber daya pendukung yang lebih besar dibanding perusahaan yang lebih kecil. Pada suatu perusahaan yang kecil maka kompleksitas yang terdapat dalam organisasi juga kecil. Perusahaan kecil sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi dan cenderung kurang menguntungkan, sedangkan perusahaan besar dapat mengakses pasar modal.
Ukuran perusahaan merupakan variabel yang digunakan untuk menjelaskan pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan  dalam laporan tahunan yang dibuat. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Hal ini disebabkan karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar yaitu tekanan untuk melakukan pertanggung jawaban sosial daripada perusahaan kecil. Teori agensi menyatakan apabila ukuran perusahaan lebih besar, maka biaya keagenan yang dikeluarkan juga lebih besar, sehingga untuk mengurangi biaya keagenan tersebut perusahaan akan cenderung mengungkapkan informasi yang lebih luas. Perusahaan yang lebih besar akan mendapat sorotan yang lebih banyak dari masyarakat sehingga pengungkapan yang lebih besar merupakan cara untuk mengurangi biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaaan (Sembiring, 2005).
b.      Tingkat Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (Munawir, 2004). Bila perusahaan ingin tetap hidup untuk dapat tumbuh dan berkembang, maka perusahaan harus memperoleh laba atau dengan kata lain perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable).
Menurut Heinze dalam Hackston dan Milne (1996), profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kapada pemegang saham, sedangkan menurut teori keagenan mengatakan semakin besar perolehan laba yang didapat, semakin luas informasi sosial yang diungkapkan perusahaan. Itu dilakukan untuk mengurangi biaya keagenan yang muncul. Hal ini berarti, semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosialnya.
c.       Tingkat Financial Leverage
Menurut Kasmir (2009:150), “leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek atau jangka panjang”. Rasio leverage digunakan untuk memberikangambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu hutang.
Dalam perjanjian terbatas seperti perjanjian hutang yang tergambar dalam tingkat leverage dimaksudkan membatasi kemampuan manajemen untuk menciptakan transfer kekayaan antar pemegang saham dan pemegang obligasi. Tambahan informasi seperti informasi sosial diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur (Meek, et.al dalam Sulastini (2007)). Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage  yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan leverage  yang rendah.
d.      Ukuran Dewan Komisaris
Dewan komisaris merupakan mekanisme pengensalian intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak. Komposisi individu yang bekerja sebagi anggota dewan komisaris merupakan hal penting dalam memonitor aktivitas manajemen secara efektif (Fama dan Jasen dalam Sitepu 2009).
Dewan komisaris terdiri dari inside dan outside director yang akan memiliki akses informasi khusus yang berharga dan sangat membantu dewan komisaris serta menjadikannya sebagai alat efektif dalam keputusan pengendalian. Sedangkan fungsi dewan komisaris itu sendiri adalah mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi) dan bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan menyelenggarakan   pengendalian intern perusahaan (Mulyadi, 2002).
Menurut Coller dan Gregor dalam Sitepu (2009) menyatakan bahwa semakin besar anggota dewan komisaris maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan memonitoring, sehingga yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial, maka tekanan terhadap manajemen akan semakin besar untuk mengungkapkannya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Beasly (2000).
e.      Intensitas Research and Development (R&D)
Financial Accounting Standard no. 2 dalam Wilson dan Campbell (1992) mendefinisikan Research (Penelitian) ialah sebagai perencanaan atau investigasi kritis yang ditujukan untuk penemuan pengetahuan dengan harapan pengetahuan tersebut akan bermanfaat dalam mengembangkan produk atau jasa baru atau proses, teknik baru atau mewujudkan perbaikan yang signifikan untuk proses atau produk yang sudah ada. Sedangkan Development (Pengembangan) merupakan terjemahan temuan penelitian atau pengetahuan lain ke dalam rencana atau desain produk baru atau proses baru untuk peningkatan yang signifikan pada produk atau proses yang sudah ada, baik rencana atau desain tersebut akan ditujukan untuk penjualan atau digunakan.
Dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK No.20)diungkapkan lebih jauh lagi  pengertian riset sebagai penelitian yang orisinil dan terencana yang dilaksanakan dengan harapan memperoleh pengetahuan dan pemahaman teknis atau ilmiah yang baru sedangkan pengembangan diartikan sebagai penerapan hasil riset atau pengetahuan lain ke dalam suatu rencana atau desain untuk menghasilkan bahan, alat, produk, proses, sistem atau jasa, sebelum dimulainya produksi komersial atau pemakaian. Dengan demikian, esensi dari R&D dapat diartikan sebagai sebuah studi tentang ide-ide, metode, produk atau jasa dengan tujuan untuk menciptakan produk atau proses baru, memperbaiki produk yang ada, dan menemukan pengetahuan baru yang dapat bermanfaat dimasa depan (Arifian, 2011) R&D merupakan pengembangan produk agar perusahaan mendapatkan keunggulan kompetitif. Patent, Hak Cipta dan Trademark menunjukan keberhasilan perusahaan dalam R&D dimana hal tersebut juga menunjukan reputasi suatu perusahaan sebagai bagian dari aktiva tak berwujud, sehingga R&D sangat penting bagi sebuah perusahaan untuk tetap bertahan dan bersaing dalam perubahan industri.
Para investor akan melihat sebuah perusahaan yang sehat dengan menilai R&D dalam mengevaluasi kinerja masa depan terutama ketika mengevaluasi sebuah investasi jangka panjang sehingga akan banyak perusahaan mengalokasikan dana yang cukup besar untuk penelitian dan pengembangan guna menciptakan produk atau proses baru, memperbaiki produk yang ada, dan menemukan pengetahuan baru yang dapat bermanfaat untuk dimasa depan. Selain itu R&D dalam hal ini juga memiliki makna yang luas, tidak hanya terbatas pada pengembangan dan penemuan produk baru, akan tetapi R&D dapat dilakukan pada sektor-sektor lain yang membutuhkan inovasi atau peningkatan efektivitas seperti riset pemasaran dan pengembangan SDM.
Alasan yang mendasari keterkaitan R&D dalam mempengaruhi CSR adalah karena produk, jasa maupun proses baru yang diciptakan perusahaan melalui R&D tidak hanya berorientasi pada profit saja, tetapi juga memperhatikan aspek lingkungan dan sosial. Hal itu berarti, aspek lingkungan dan sosial yang dilakukan perusahaan melalui R&D sejalan dengan prinsip CSR. Variabel R&D menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan karena memiliki pengaruh terhadap CSR. Variabel ini menjadi menarik untuk diteliti setelah sebelumnya McWilliams dan Siegel (2000) menemukan bukti adanya hubungan R&D dengan CSR ketika mereka melakukan penelitian mengenai hubungan CSR dengan kinerja keuangan perusahaan.

Pengungkapan tanggung jawab sosial dapat diukur dengan proksi Corporate Social Responsibility Disclosure Index (CSRDI) berdasarkan Global Reporting Initiatives (GRI) yang diperoleh dari website www.globalreporting.org. Indikator GRI ini terdiri dari tiga fokus pengungkapan, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial sebagai dasar sustainability. Pengukuran CSRDI mengacu pada penelitian Marpaung (2009) yang mengelompokan informasi CSR ke dalam kategori: masyarakat, konsumen dan tenaga kerja, karena item-item pengungkapan CSR di dalamnya sangat cocok dijadikan pengukur variabel dependen. Kategori pengungkapan CSR terlampir pada daftar kategori pengungkapan corporate social responsibility yang terlampir dalam lampiran ii. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan content analysis dalam mengukur variety dari CSRDI. Pendekatan ini pada dasarnya menggunakan pendekatan dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian diberi nilai 1 jika diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan. Selanjutnya, skor dari setiap item dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar